BOGOR – Kuasa hukum pemohon eksekusi, Rd. Ian Mulyana Jaya Sumpena, angkat bicara soal laporan yang dilayangkan oleh pihak penggugat melalui kuasa hukum ahli waris Kain Arimin.
Menurutnya, soal kasus tanah tersebut tinggal dilakukan eksekusi saja, dan itu sudah diputuskan saat sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung yang dihadiri oleh pihak BPN Kanwil Jawa Barat.
“Berdasarkan hasil sidang beberapa waktu lalu, dari BPN Kanwil Jawa Barat itu akan berkoordinasi ke kantor pertanahan di Bogor terkait eksekusi,” katanya.
Ian menjelaskan, jadi sudah tercatat di Kanwil Jawa Barat untuk eksekusi, tapi untuk pelaksanaannya masih proses.
Sementara, Kepala BPN Kanwil Jawa Barat yang diwakili Tri Wahyu saat sidang menuturkan, untuk permohonan eksekusi tinggal menunggu penetapan dari Ketua PTUN Bandung. Secara administrasi, ungkap Tri, semuanya sudah selesai, tinggal penetapan waktu eksekusi saja.
“Penetapan jadwal waktu nanti oleh Ketua PTUN. Tapi nanti Kepala BPN Kanwil akan menindaklanjuti dulu ke BPN Kota Bogor, karena belum mengajukan permohonan dari dulu juga, permohonannya lewat kantor pertanahan BPN Bogor,” katanya.
Menurutnya sesuai dengan ketentuan perundang- undangan, dari PTUN Bandung dan setelah mendengarkan masukan dari kedua belah pihak, dan karena sudah lampaui batas waktu sesuai kewenangan dan lebih dari 3 tahun, akhirnya Ketua PTUN akan menetapkan jadwal eksekusi.
“BPN Kanwil menunggu jawaban dari BPN Kota Bogor dan PTUN menilai dari sisi keadilan. Maka penetapan waktu eksekusi akan segera ditetapkan,” katanya.
Saat ini kata dia, tinggal BPN Kanwil mencabut objek sengketa dan merehabilitasi Sertifikat Hak Milik no. 2729/Tegalgundil (dahulu Sertipikat Hak Milik no. 1346/Bantarjati), Surat ukur tanggal 19-02-2008 no. 15/TGG/2008, luas 7.233 M2.
Diketahui, pihak Kain Arimin melalui kuasa hukumnya terus melaporkan perkara sengketa penyerobotan lahan seluas 12.760 meter persegi di Kampung Anyar, Bogor Utara.
Pihaknya kata dia sudah mengecek bangunan carwas serta cafe sate di lokasi dan ternyata tidak memiliki izin atau IMB.
Upaya hukum telah diambil, termasuk koordinasi dengan pihak Polda dan Polresta Bogor Kota. Hingga plang peringatan yang dipasang tanggal 5 kemarin dirusak oleh keluarga yang mengaku memiliki lahan tersebut.
“Meski kita sebagai pihak penggugat menjamin akurasi data 90%, termasuk surat keterangan dari Kementerian Agama dan bukti pemilikan sejak 1973, Kelurahan Tegal Gundil dinilai kurang responsif. Pihak penggugat menuntut keadilan dan menekankan hak mereka sesuai undang-undang pertanahan,” ujar Tedi Subiandi.
Lanjut Tedi, ancaman somasi kepada BPN dan pihak terkait yang mengklaim lembaga atas nama tanah juga telah dilontarkan. Namun, keluarga yang mengaku-ngaku, seperti Amah dan keluarganya, masih belum merespons dengan baik.
“Kekhawatiran kami muncul karena Amah telah mendirikan bangunan kontrakan, termasuk Sate Kang Sate, tanpa IMB, dan merusak spanduk yang dipasang oleh pihak penggugat. Pertanyaan pun diajukan kepada Kelurahan Tegal Gundil mengenai izin bangunan permanen yang terkesan mewah tersebut. Situasi ini semakin rumit dengan ketidakjelasan mengenai kuasa hukum Amah yang konon sudah meninggal dunia. Pihak kami sebagai penggugat tetap bersiap menghadapi perkembangan selanjutnya dalam penyelesaian sengketa ini,” pungkas Tedi.
Discussion about this post