BOGOR – Meski satu partai, namun Ketua DPRD Kabupaten Bogor Rudy Susmanto selalu memberikan kritikan pedas bagi Bupati Iwan Setiawan dalam berbagai persoalan.
Alih-alih bukan saling dukung walau satu partai, namun sering terjadi perang dingin diantara keduanya terutama dalam menyikapi persoalan.
Kali ini soal rotasi pejabat yang dilakukan orang nomor satu di bumi tegar beriman ini yang dinilai terburu-buru.
Rudy menilai, rotasi yang dilakukan jangan terburu-buru, dipilih melalui mekanisme, tahapan, sesuai ketentuan perundang-undangan.
Dirinya mengingatkan Bupati Iwan Setiawan agar berhati-hati dalam mengisi kekosongan sejumlah jabatan eselon II, III, dan IV di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
“Bukan rotasi sebenarnya, harus ada percepatan mengisi kekosongan jabatan dan beberapa ASN yang akan pensiun,” katanya.
Menurut Rudy, pengisian jabatan kosong perlu diutamakan dibandingkan dengan rotasi-mutasi seperti yang dilakukan Iwan Setiawan terhadap sembilan pejabat eselon II B serta ratusan pejabat eselon III dan IV selama satu bulan setelah ia dilantik menjadi Bupati Bogor.
“Poin-poin tersebut harus lebih dulu diperhatikan, sehingga tidak muncul seperti polemik-polemik yang kemarin. Prioritasnya jangan rotasi muter, tapi isi dulu yang kosong, yang kosong masih cukup banyak. Prioritaskan yang kosong dulu terisi,” tegasnya.
Diketahui, Pengamat Hukum Dodi Herman Fartodi mengingatkan, kepala daerah mengenai regulasi yang mengatur larangan pelaksanaan rotasi mutasi pejabat di akhir masa jabatan.
“Jika rotasi mutasi itu tetap dilakukan, pejabat yang dirotasi itu bisa menggugat kepala daerahnya ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara),” kata Dodi Herman di Cibinong, Senin (16/10/2023).
Ia menjelaskan, Undang-Undang Pilkada nomor 10 tahun 2016 secara tegas menyatakan dalam pasal 71 ayat 2 tentang larangan mutasi pejabat, 6 bulan sebelum penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan.
Kemudian, hal itu ditegaskan dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No 273/487/SJ Tahun 2020 Tentang Penegasan dan Penjelasan Terkait Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Serentak.
Dalam Surat Edaran tersebut pada poin III ayat 5 huruf a menyatakan penggantian jabatan struktural dan fungsional hanya untuk mengisi kekosongan jabatan dengan sangat selektif, serta tidak melakukan mutasi/rotasi dalam jabatan.
“Pengisian jabatan kosong bisa dilakukan hanya dengan proses seleksi yang ketat, kemungkinan adalah promosi dari golongan di bawah eselon dua, atau eselon dua non pimpinan pratama menjadi pimpinan pratama. Tapi, jika pengisian jabatan dengan cara rotasi itu tidak dibolehkan menurut UU Pilkada dan SE Mendagri,” paparnya.
Sanksi bagi kepala daerah yang melanggar aturan tersebut cukup berat, mulai dari pembatalan sebagai calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), hingga pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000 atau paling banyak Rp6.000.000.
“Alih-alih akselesari kinerja, rotasi rentan isu jual beli kekuasaan di akhir masa jabatan,” ungkap Dodi Herman.
Bupati Bogor Iwan Setiawan merotasi sembilan pejabat eselon IIB sepekan setelah dilantik menjadi Bupati Bogor di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (8/9/2023).
Bahkan beredak momok menakutkan di kalangan pejabat Pemkab Bogor tentang Jumat Keramat. Dimana nyaris setiap hari Jumat, Iwan dan rengrengan barunya mencopot sejumlah pejabat yang dianggapnya tidak loyal kepada dirinya.
Isu rotasi dam mutasi di lingkup Pemkab Bogor juga menjadi buah bibir di sejumlah pejabat tetangganya, seperti Kota Bogor. Tindakan Iwan bahkan dinilai terlalu memperlihatkan kebenciannya terhadap Trah Yasin dan koleganya.
Sejauh ini diketahui, Iwan dan sejumlah kolega dekatnya telah nerotasi ratusan pejabat eselon III dan IV serta sembilan eselon II, meski baru sebulan dilantik jadi Bupati Bogor. (be-007/ant)
Discussion about this post