BOGOR – Sikap Walikota Bogor Bima Arya yang melunak usai didesak soal keberadaan benda bersejarah pada struktur Jembatan Otista, justeru dinilai sebagai cermin buruk sebuah tata pemerintahan.
Eks Aktivis 98, Rommy Prasetya mengatakan, langkah plin plan dilakukan Bima Arya, lantaran kajian yang dilakukan tidak matang, dan bahkan terkesan terburu-buru.
Terbukti, Pemkot Bogor yang mulanya akan membongkar total jembatan malah justru mempertahankan struktur lama karena jembatan tersebut merupakan bagian dari benda bersejarah.
“Aspek historis tidak diteliti, melihat bangunan jembatan yang dibangun sejak zaman Belanda yang merupakan bagian dari cagar budaya sebagaimana Perwali Nomor 17 Tahun 2015 tentang kota pusaka yang diterbitkan Bima Arya. Disinyalir ini adanya keteledoran Dinas PUPR dalam membuat perencanaan,” ujar Rommy kepada wartawan, Jumat (26/05/2023).
Menurut Rommy, tidak matangnya kajian, juga terlihat dari langkah Pemkot Bogor yang menerapkan sistem Contract Change Order (CCO), bukan addendum lantaran adanya perubahan rencana pembangunan.
Rommy menilai, Pemkot Bogor kurang menghitung dampak sosial akibat dari penutupan jalan, yang berimbas terhadap kemacetan yang terjadi dimana-mana.
“Lemah sosialisasinya. Kalaupun ada yang itu adalah bentuk glorifikasi semata yang dilakukan. Seberapa besar manfaat yang dirasakan oleh warga Bogor ketika ada penutupan jalan, merugikan secara ekonomis. Bagaimana nasib pedagang kecil, Apalagi ini akan dilakukan sampai bulan Desember,” jelasnya.
Seharusnya, kata Rommy, proyek penataan dilaksanakan tidak hanya dilakukan di sisa waktu jabatan. “Jangan hanya mengejar sisa waktu menjabat,” tegasnya.
Lebih lanjut, Rommy juga menyoroti mengenai pemenang tender yang sebelumnya sempat mendapat black list.
Seharusnya, lanjut Rommy, ULP lebih teliti karena ini proyek besar seharusnya kepala ULP melakukan koordinasi dengan wali kota terlebih dahulu mengenai keikutsertaan perusahaan itu dalam lelang.
Rommy menilai bahwa polemik revitalisasi mencuat akibat kesalahan wali kota, termasuk salah menempatkan Kadis PUPR, yang sebelumnya bukan berada di bidang itu.
“Artinya bahwa ini tidak sesuai dengan konsep the right man, on the right place. Proyek Jembatan Otista menelan anggaran yang tidak kecil dan bukan untuk sarana belajar kepala dinas. Jadi sebaiknya Bima mundur saja,” katanya.
Rommy juga menilai bila tak ada pengawasan ketat terhadap pemenang lelang. Padahal, ini adalah proyek ‘mercusuar’ Bima Arya.
“Akibatnya sekarang perencanaan berantakan. Oleh karenanya seharusnya Bima Arya malu kepada warga Bogor, yang sudah memberikan pernyataan plin plan hingga membuat warga bingung,” tandasnya.
Ia mencontohkan, pejabat di Jepang ketika pejabatnya membuat kebijakan yang salah langsung mengundurkan diri sebagai pejabat.
“Kalau ini dilakukan, Insya Allah akan mendapat simpati dari masyarakat luas dan akan naik derajat ke jabatan yang lebih tinggi,” pungkasnya. (be-007)
Discussion about this post