BOGOR – 10 hari paska dimulainya pembongkaran dan pembangunan ulang Jembatan Otista Kota Bogor, Pemkot Bogor diduga telah mengabaikan Undang Undang Cagar Budaya nomor 11 tahun 2010 dan Peraturan Daerah (Perda) Kota Bogor nomor 17 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kota Bogor sebagai Kota Pusaka.
Mengetahui adanya kontroversi itu, Komisi III DPRD Kota Bogor meminta agar pembongkaran untuk pembangunan jembatan Otista dihentikan sementara, hingga polemik ataupun permasalahan tersebut terselesaikan.
Hal itu diungkapkan Ketua Komisi III DPRD Kota Bogor, Zenal Abidin. Ia mengatakan, sebelum dilaksanakannya pembangunan Jembatan Otista, pihaknya sudah memanggil sejumlah instansi terkait di Pemkot Bogor, untuk rapat bersama dengan DPRD.
Dalam rapat itupun, kata Zenal, kaitan soal cagar budaya pada Jembatan Otista dibahas dan dipertanyakan. Karena banyak pertanyaan-pertanyaan yang harus mendapatkan penjelasan dari pihak Pemkot Bogor.
“Kami sudah menanyakan ke Dinas PUPR dan lainnya, apakah Jembatan Otista itu masuk kedalam bangunan Cagar Budaya atau tidak. Kepala Dinas PUPR Kota Bogor saat itu memberikan penjelasan bahwa Jembatan Otista tidak masuk ke dalam bangunan Cagar Budaya karena pembangunannya di tahun 1970-an,” ungkap Zenal, Rabu (10/05/2023).
Saat itu, jelasnya, DPRD juga tidak mengetahui adanya dua stuktur bangunan pada Jembatan Otista, yang dibangun pada tahun 1920 atau 1930-an dan masuk kedalam bangunan Cagar Budaya dan stuktur pembangunan di tahun 1970-an.
Tetapi karena saat ini jadi polemik, maka harus dilakukan rapat bersama kembali. “Komisi III DPRD akan segera memanggil dinas instansi terkait untuk membahas soal Cagar Budaya Jembatan Otista itu, agar mendapatkan kepastian secara hukum,” tegasnya.
Selain itu, berdasarkan Perda nomor 17 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kota Bogor sebagai Kota Pusaka, tercantum stuktur bangunan Cagar Budaya meliputi, Jembatan MA Salmum, Jembatan Merah, Jembatan Otto Iskandardinata, Jembatan Sempur dan Prasasti Batutulis.
Zenal mempertanyakan, apakah Perda nomor 17 tahun 2015 itu sudah dijalankan dan dilaksanakan amanahnya, yakni adanya Surat Keputusan (SK) atau Perwali penetapan empat jembatan yang masuk stuktur Cagar Budaya di dalam Perda itu.
Sebagai kepastian secara hukum, bahwa empat jembatan di Kota Bogor itu masuk kedalam Cagar Budaya atau tidak. Apabila masuk Cagar Budaya, maka jembatan Otista tidak bisa dilakukan pembongkaran pada stukturnya.
“Semuanya harus berembug dan kumpul untuk mengevaluasi dengan beberapa dinas di Pemkot Bogor untuk membahas masalah Cagar Budaya ini. Jadi, sebaiknya pembangunan proyek Jembatan Otista dihentikan terlebih dulu sampai ada kepastian secara hukum. Disini ada UU Cagar Budaya, ada Perda soal Kota Bogor sebagai Kota Pusaka. Jangan sampai terjadi pelanggaran terhadap UU maupun Perda itu,” tandas politisi Partai Gerindra ini.
Zenal juga mempertanyakan dilaksanakan dan dijalankannya Perda nomor 17 tahun 2015 oleh Pemkot Bogor. Karena sampai saat ini belum ada kepastian hukumnya yang dituangkan di dalam SK Walikota atau Perwali.
Selama 8 tahun sejak Perda nomor 17 itu keluar hingga di tahun 2023 ini, Pemkot Bogor ataupun dinas instansi terkait, berarti tidak menjalankan dan melaksanakan amanah Perda.
Kalau memang benar dilaksanakan, tegas Zenal, kepastian hukum soal Jembatan Otista itu seharusnya sudah ada dan dijadikan payung hukum sebelum dilaksanakan proyek pembangunan.
“Kemana saja Walikota Bogor atau dinas terkait, itu amanah Perda nomor 17 tahun 2015 kenapa tidak dilaksanakan. Kenapa dibiarkan dan ini masuk kedalam kelalaian dari pihak Pemkot Bogor dan dinas terkait terhadap amanat Perda. Sudah jelas ada 4 jembatan masuk dalam Perda itu, tapi kepastian hukumnya kenapa tidak ada sampai saat ini,” tandasnya.
Dalam menyikapi polemik Cagar Budaya Jembatan Otista itu, usul Zenal, pihak Pemkot Bogor juga harus melibatkan berbagai pihak, termasuk para ahli cagar budaya, para budayawan, arkeolog, sejarawan dan pihak lainnya.
Kepala Disparbud Kota Bogor, Iceu Pujiati ketika dikonfirmasi melalui ponselnya mengungkapkan, Jembatan Otista masih diduga sebagai obyek Cagar Budaya.
Dalam Perda dan Perwali nomor 17 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kota Bogor sebagai Kota Pusaka, jelas Iceu, Jembatan Otista belum ditetapkan sebagai bangunan Cagar Budaya.
Bahkan, belum ada penetapan secara SK atau Peraturan Walikota (Perwali) untuk cagar budaya pada Jembatan Otista tersebut.
“Jembatan Otista masih diduga sebagai obyek cagar budaya, karena belum ada kajian dari Tim Ahli Cagar Budaya serta belum ditetapkan oleh SK Wali Kota sebagai Cagar Budaya. Jadi belum ditetapkan sebagai bangunan Cagar Budaya, sama dengan jembatan lainnya seperti Jembatan Merah, Jembatan Sempur, Jembatan MA Salmun,” terangnya.
Iceu menambahkan, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, dikatakan Pemerintah kabupaten/kota bekerja sama dengan setiap orang dalam melakukan pendaftaran.
Pada ketentuan Pasal 31 ayat (2) dikatakan Pengkajian terhadap hasil pendaftaran yang dimaksud pada ayat (1) bertujuan melakukan identifikasi dan klasifikasi terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi dan satuan ruang geografis yang diusulkan untuk ditetapkan sebagai Cagar Budaya.
Saat dikonfirmasi, Kadis PUPR Rena De Frina enggan memberikan komentar banyak. “Nanti tunggu saja penjelasan dari walikota soal Cagar Budaya Jembatan Otista. Nanti ada draf atau kajian soal itu, nanti saya berikan,” singkatnya. (be-008)
Discussion about this post