JAKARTA – Hingga Mei 2023, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat data tunggakan pinjaman online (pinjol) menembus Rp51,46 triliun.
Kasus pinjol di Jawa Barat ditengarai tergolong besar, bahkan kemungkinan terbesar di Indonesia dengan nilai di atas Rp10 triliun.
“Tingginya angka itu merupakan dampak dari kemudahan yang diberikan pinjol dalam pembiayaan,” kata anggota Komisi XI DPR, Heri Gunawan,di kompleks DPR Senayan, kemarin.
Berbeda pinjol yang dilakukan teknologi keuangan seperti perbankan. Masalah agunan masih menjadi polemik dalam praktik pembiayaan yang dilakukan perbankan.
“Kami coba bertanya juga dengan kawan-kawan perbankan, rata-rata yang dihadapi itu tentang masalah agunan,” jelas Hergun, sapaan akrab anggota Fraksi Gerindra ini.
Seperti kredit usaha rakyat (KUR) yang katanya (pembiayaan) sampai Rp25 juta itu tidak menggunakan agunan. Tapi kenyataannya para bankir ini agak enggan menyerahkan pinjaman kepada masyarakat.
Sebab bank sendiri perlu kepastian, perlu kenyamanan dan keamanannya. “Apalagi perbankan ini aturan mainnya sudah baku,” jelasnya anggota Dewan dari Dapil Jawa Barat IV itu.
Demikian juga dengan pembiayaan mikro dan ultra mikro yang ditawarkan pemerintah melalui perbankan dan BUMN lainnya.
Dengan rantai yang panjang dan beberapa pihak yang ikut mengambil spread (persebaran) bunga, sehingga bunga pinjaman yang dikenakan ke masyarakat pun cenderung tinggi. Akibatnya, masyarakat beralih ke pinjaman online.
Data dari berbagai sumber menyebutkan per Mei 2023 jumlah outstanding pembiayaan yang disalurkan melalui P2P lending/ perusahaan teknologi finansial Rp51,46 triliun atau naik 28,11 persen secara tahunan (yoy).
Jawa Barat menjadi provinsi dengan pengguna pinjaman P2P lending paling banyak, dengan total utang mencapai Rp13,8 triliun dan TWP90 3,92 persen. Sementara di posisi kedua ada DKI Jakarta dengan total utang Rp10,5 triliun dan TWP90 3,23 persen. (be-021)
Discussion about this post