JAKARTA – DPR mengingatkan jangan ada lagi para pasien BPJS Kesehatan ditolak perawatan di rumah sakit. Ini pekerjaan rumah buat pemerintah.
“Saat ini bagaimana fokus pada pelayanan BPJS. Kita ketahui bersama, masih ada rumah sakit yang bandel. Menolak pasien BPJS Kesehatan” kata Anggota Komisi IX DPR, Rahmad Handoyo, Senin (31/7/2023).
Ia mengaku ada keresahan di masyarakat terkait kuota pasien BPJS Kesehatan di tiap rumah sakit, sehingga mereka menolak pasien. Ini diskriminatif terhadap pasien yang menggunakan BPJS Kesehatan.
“Hal ini semestinya tak boleh ada penolakan pelayan bagi semua warga, baik yang mengakses pelayanan memakai BPJS, asuransi maupun mandiri,” jelasnya.
Sebab dari catatan Ombudsman, ada 700 pengaduan pada 2021-2022 terkait pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN. Sebagian laporan tersebut adalah soal penolakan terkait kuota pelayanan kesehatan pada peserta BPJS Kesehatan.
Karena itu, ia mengingatkan jangan ada lagi rumah sakit yang bermitra dengan BPJS Kesehatan menolak memberikan layanan bagi peserta jaminan sosial tersebut. “Ini sejalan dengan Undang-Undang No 36/2009 tentang Kesehatan,” tegasnya.
Sanksi Tegas
Ia meminta bila ada rumah sakit yang membandel, BPJS harus memberi sanksi tegas agar menjadi pembelajaran bagi yang lainnya.
“Tindakan tegas ini akan menimbulkan persepsi positif di masyarakat terkait transformasi pelayanan kesehatan,” katanya.
Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) memperkirakan iuran BPJS Kesehatan berpotensi naik pada Juli 2025, menyusul perubahan tarif standar layanan kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan No 3/2023.
Permenkes ini mengatur standar tarif terbaru yang menggantikan standar tarif pelayanan kesehatan lama baik untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) maupun Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) yang diatur dalam Permenkes No 52/2016.
Dari analisa DJSN, surplus aset neto BPJS Kesehatan hingga 31 Desember 2023 yang sebesar Rp56,5 triliun bisa berbalik negatif pada 2025. Defisit ini akan muncul pada Agustus-September 2025, sekitar Rp11 triliun. (be-021)
Discussion about this post