BOGOR – Pengadilan Negeri Bogor melaksanakan sidang terbuka di tempat dalam perkara sengketa lahan antara sejumlah pemilik dengan Polresta Bogor Kota.
Sidang beragendakan pengecekan lokasi dan batas-batas lahan yang dipersengketakan itu, sempat menjadi perhatian warga setempat, Senin (20/05/2024).
Puluhan anggota kepolisian Resor Bogor Kota dan perwakilan pemilik lahan, tampak memadati lahan yang berlokasi di Jalan Kol. Achmad Syam, Kelurahan Tanah Baru, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor.
Sidang perkara bernomor 140/Pdt.G/2023/PN Bgr yang dipimpin hakim ketua, Ridwan Sundariawan SH, MH itu dilakukan dengan menelusuri seluruh batas lahan yang dipersengketakan.
Usai menelusuri setiap batas lahan bersama para pihak terkait, termasuk unsur Polresta Bogor Kota, sidang tersebut akan dilanjutkan ke agenda pembuktian pemberkasan dari masing-masing pihak.
Kuasa Hukum Pemilik Tanah, Faruq Makarim didampingi Muhammad Ubaidillah Afaruk, dan Rahman Permana mengungkapkan, bahwa atas tindakan penguasaan fisik, berikut pemasangan plang oleh Polresta Bogor Kota, maka pihaknya mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap para tergugat.
Termasuk didalamnya, pihak Direktorat Jenderal Kekayaan Negara DJKN ( tergugat-2) dan juga pihak Polresta Bogor Kota.
Menurut Faruq Makarim, kliennya sebagai penggugat terhadap DJKN atas objek tanah yang telah dibeli secara legal dan memenuhi prosedur sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Tetapi, lanjut Faruq, berjalannya waktu pihak kepolisian dalam hal ini Polresta Bogor Kota mengklaim sepihak hak kepemilikan tanah dengan memasang plang.
“Termasuk orang kami yang bernama Pak Nizar juga di usir keluar dari sini. Ya namanya kami rakyat kecil nggak mungkin kita secara fisik melawan otoritas daripada polisi. Untuk itu kita yang sadar hukum melakukan langkah hukum dengan menggugat termasuk DJKN dan lima penggugat lainnya hingga Kapolresta Bogor Kota,” ucapnya.
Faruq menegaskan bahwa pihaknya tidak melawan hukum lantaran secara legal telah membeli tanah tersebut dan telah keluar sertifikatnya dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui mekanisme dan prosedur yang sesuai perundang-undangan.
“Sehingga kita tunggu saja semoga keadilan itu masih tetap ada ditengah banyak tidaknya keadilan saat ini. Hari ini sidang lapangan, Alhamdulillah majelis hakim bersedia secara intens dan secara detail di lapangan memeriksa gimana kondisi lapangan dan sesuai karena kami beli objek ini hasil ukuran BPN,” jelasnya.
Lebih lanjut, Faruq meyakini bahwa secara hukum kliennya berhak atas objek tanah yang dipersoalkan tersebut. Apalagi, tanah yang dibeli sejak Januari 2021 ini sudah memiliki sertifikat resmi dari BPN.
“Sudah sertifikat itu sudah kami buktikan di persidangan. Kesaksian penjual pun bisa menunjukan dokumen aslinya di persidangan dan setelah di konfirmasi ke BPN sertifikat tanah ini clear and clean tanpa ada masalah atau sengketa apapun,” ungkapnya.
Terkait dengan klaim dari kepolisian dan DJKN, Faruq menyebut bahwa mereka mengklaim, bahwa status tanah itu merupakan aset negara. Mereka buktikannya di persidangan dengan sertifikat yang sudah hilang sebelumnya pada terbitan 2001.
“Bagaimana mungkin sertifikat yang hilang terbitan 2001 bisa menjadi bukti, sedangkan BPN telah mengeluarkan sertifikat atas nama klien kami. Tentu selama periode sertifikat itu hilang seharusnya ada perubahan-perubahan dan yang sah itu sertifikat terbaru yang dikeluarkan secara resmi oleh BPN,” tegasnya.
Sementara itu, perwakilan pemilik tanah Firza Afero menambahkan, berdasarkan sertifikat tanah yang dikeluarkan BPN menyatakan bahwa pihaknya secara hukum terbukti sebagai pemilik tanah tersebut.
Namun, masih kata Firza, tanah yang dibeli sejak Januari 2021 itu diklaim secara sepihak oleh pihak kepolisian dan DJKN.
“Kami tidak mengklaim, tanah ini milik kami berdasarkan sertifikat. Sertifikat itu hak milik atas nama kami, sedangkan yang melakukan pengklaiman itu pihak kepolisian dan DJKN. Mereka dengan semena-mena tanpa ada proses hukum melakukan pemasangan plang dan perampasan fisik dari kami. Kami kalau dirampas dari kepolisian negara tidak bisa berbuat apa-apa, mana mungkin kita melawan mereka,” tegasnya.
Atas dasar itu, lanjut Firza, pihaknya terpaksa harus menempuh jalur hukum untuk mencari keadilan dan kepastian dengan melakukan gugatan kepada DJKN dan kepolisian.
“Faktanya pihak kepolisian atau DJKN sampai hari ini tidak bisa menunjukan bukti kaitan tanah ini kepemilikannya berkaitan mereka, di pengadilan sudah terbukti dan saksi ahli pun di pengadilan mengatakan kami sebagai pemilik dan pemegang sertifikat saat ini masih berlaku dan pemilik hak penuh terhadap tanah ini,” imbuhnya.
“Perampasan yang dilakukan mereka jelas tanpa dasar, tanpa proses hukum, tidak ada penetapan pengadilan atau apapun juga yang mengizinkan mereka masuk ke dalam dan mengusai fisik ini,” tambahnya.
Firza menekankan bahwa pihaknya selaku masyarakat dan pembeli beritikad baik, bahkan waktu membeli tanah ini telah dilakukan langkah-langkah seperti pengecekan sertifikat ke BPN dan keluar dari BPN yang menyatakan clear and clean.
“Kita melakukan ukur ulang oleh BPN dan clear atas batasnya, makanya kita melakukan pemagaran dan akhirnya kita membayar pajak hingga sertifikat berbalik nama ke nama kami. Jadi hari ini sertifikat atas nama kami, kita sebagai warga negara yang baik sudah mengikuti proses hukum yang berlaku,” katanya.
Sementara itu, kuasa hukum Polresta Bogor Kota dari Bidang Hukum Polda Jawa Barat, menolak memberikan tanggapan. Begitupun dengan jajaran DJKN.
Mereka enggan memberikan keterangan saat akan di wawancara awak media usai sidang lapangan Pengadilan Negeri Bogor. (be-007)
Discussion about this post