Harapan baru muncul ketika sejumlah wakil rakyat dari DPRD Kota Bogor, tiba-tiba melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi proyek revitalisasi Jembatan Otista.
Namun, gambaran sidak pada umumnya tak tergambar dari kehadiran mereka yang disambut hangat para pelaksana proyek. Tak ada suasana ketegangan atau adu argumentasi berlebihan.
Yang ada, para wakil rakyat hanya mendapati progres pekerjaan para pelaksana. Ada yang dengan seksama mendengar penjelasan teknis dari sang kontraktor, ada pula yang hanya sekedar menemani.
Seperti tidak ada yang serius di bahas dalam pertemuan di ruang kecil direksi keet, Jumat (19/05/2023) sore itu.
Apakah dugaan cagar budaya pada struktur Jembatan Otista seperti yang diungkap pemerhati cagar budaya itu salah? Sehingga para wakil rakyat yang mencoba merespon isu yang berkembang itu seperti terkesan menggelar sidak seremoni?
Pertanyaan itu rupanya akan terjawab pada Senin (22/05/2023). Karena hari itu, para dewan akan melanjutkan pembahasan isu cagar budaya, bersama jajaran Pemkot Bogor agar lebih komprehensif.
Namun, sikap tegas yang dihasilkan sidak patut diapresiasi. Aktivitas pembongkaran struktur Jembatan Otista, dihentikan sementara hingga kajian dari para ahli seputar aturan cagar budaya, kelar dilakukan.
Artinya, meski para wakil rakyat yang terlihat klimis, murah senyum dan humble itu, tetap memperlihatkan taringnya. Mereka berani mengintervensi program yang didanai Pemprov Jabar senilai Rp 49 miliar itu.
Rakyat berKTP Kota Bogor tentunya menantikan upaya para anggota legislatif itu dalam menjernihkan problema yang ada.
Dari penelusuran, Jembatan Otista masuk dalam daftar struktur cagar budaya, berdasarkan Peraturan Walikota Bogor nomor 17 tahun 2015.
Perwali itu berisi tentang Penyelenggaraan Kota Bogor sebagai Kota Pusaka. Aturan itu ditandatangani langsung oleh Walikota Bogor, Bima Arya.
Selain Jembatan Otista, ada tiga jembatan bersejarah lainnya yang terdaftar, yakni Jembatan MA Salmun, Jembatan Merah dan Jembatan Sempur.
Struktur Jembatan Otista dibangun pada tahun 1930 dan mengalami pelebaran jalan pada 1970.
Menurut pemerhati kota pusaka dan kecagarbudayaan, Dayan D.L Allo, struktur bangunan Jembatan Otista masuk kategori Cagar Budaya.
Sebab dibangun pada 1930 dan tidak boleh dibongkar atau dihancurkan, tanpa adanya kajian secara menyeluruh dan melibatkan berbagai pihak.
Suara lantang Dayan ini, berujung menjadi isu dan berbuntut polemik. Hal inilah yang mendasari jajaran Komisi III turun gunung dan mengecek keabsahannya.
Semoga saja, rapat pembahasan nanti, bakal menghasilkan hal-hal baik seperti harapan semua pihak, terutama pihak yang sangat diuntungkan.
Namun jika ternyata bermasalah, maka pengorbanan masyarakat Kota Bogor bermacet-macetan sejak 1 Mei lalu akan sia-sia.
Belum lagi proses revitalisasi Jembatan Otista harus dihentikan demi hukum. Lalu, pejabatnya diperiksa aparat berwenang dan kontraktornya mengalami kerugian. Semoga saja tidak.
Tak hanya soal cagar budaya, pelaksanaan proyek yang bakal jadi kado terakhir pasangan Walikota Bima Arya dan Wakil Walikota Bogor Dedie A Rachim di penghujung masa jabatannya itu, juga masih menyisakan segudang problema.
Problema yang ada, justeru lebih penting, karena sangat erat dengan nafas kehidupan penghuni Jalan Otista yang kini mati suri.
Suara bising alat berat dan debu residu dari pembongkaran, megaproyek Jembatan Otista kini menjadi tetangga baru bagi warga setempat.
Tak ada kompensasi yang nyata untuk mereka, yang ada hanya tawaran relokasi sementara ke lokasi yang disiapkan dinas terkait di Pemkot Bogor.
Selazimnya ada subsidi silang bagi para pelaku usaha yang kini terdampak secara langsung.
Ironisnya, situasi yang tak biasa itu bakal berlangsung selama 7 bulan lamanya. Tak ada satupun pihak yang menerjemahkan dampaknya kepada warga.
Upaya sosialisasi yang diklaim telah dilakukan, juga sekedar pemberitahuan terkait pembangunan jembatan saja.
Para pihak terkait tak pernah sepenuh hati meminta restu dan keikhlasan penghuni Jalan Otista.
Masyarakat yang resah, tak kuasa berteriak kencang, bahkan menolak program dari para penguasa di wilayah ini.
Mereka hanya bisa mencurahkan kerisauannya hanya kepada tetangga dan koleganya saja.
Belum lagi efek lalulintas yang saat ini diberlakukan. Membuat para pengguna jalan masih diliputi kebingungan. Tingkat kemacetan juga kerap meroket di jam-jam sibuk.
Jembatan Otista memang menjadi jantung akses lalulintas di Kota Bogor. Kondisinya yang saat ini sedang diobati karena mengalami penyempitan, berimbas penyumbatan di sendi-sendi tubuh Kota Bogor lainnya.
Sejak awal gembar-gembor pelaksanaan proyek, semua unsur penting di instansi kota ini sudah memperlihatkan dukungannya.
Nyaris tak ada yang absen saat Walikota Bogor Bima Arya turun ke lokasi. Bahkan saat hari pertama penutupan Jalan Otista, para politisi dan pejabat juga sibuk membuat konten dengan masing-masing tim konten kreatornya.
Seorang sahabat jurnalis mengingatkan saya pada tujuan revitalisasi Jembatan Otista yang digadang-gadang Pemkot Bogor. Ya, keberadaan jalur Trem alias jalur kereta khusus dalam kota.
Kelak, Jalan Otista termasuk Jembatan Otista akan dilalui Trem yang rencananya akan hilir mudik dari Terminal Baranangsiang menuju Stasiun Bogor.
Hal ini diungkap Kepala Dinas PUPR Kota Bogor Rena Da Frina saat ditanya alasan kenapa Jembatan Otista kekeuh harus dibongkar total.
Kata Rena, ada dua alasan kuat Pemerintah Kota Bogor, untuk membongkar dan membangun ulang Jembatan Otista dengan segala konsekuensinya.
Alasan yang pertama, salah satu titik kemacetan di Jalan Otista akibat penyempitan jalur. Dari empat lajur menjadi dua, maka harus ditambah dua lajur lagi plus pembangunan jalur trem.
Dari luas bentangan 15 meter diubah menjadi 22 meter. Sementara panjang jembatan yang semula 34 meter, akan diubah menjadi 50 meter.
Alasan kedua, Kota Bogor telah merencanakan pembangunan dalam RPJMD dan RPJMP terkait transportasi masa depan yakni Trem.
Informasi terkini, Trem yang bakal hadir di Kota Bogor itu sudah masuk tahap finalisasi. Kota Bogor rencananya bakal menerima hibah rel yang belum terpakai dari Pemkot Surabaya.
Semoga saja, proyek yang sudah berjalan itu cepat selesai. Sehingga aktivitas masyarakat dan warga Jalan Otista yang sangat terdampak bisa segera terobati. (Bersambung….)
Discussion about this post