JAKARTA – Fenomena pamer harta keluarga pejabat publik mulai meredup. Sejumlah akun pejabat bahkan lenyap secara permanen demi mengindari hujatan netizen. Lalu seperti apa pandangan ahli terhadap prilaku flexing yang berbuntut aksi bully di berbagai platfoam media sosial itu?
Seperti diketahui, flexing adalah suatu tindakan memamerkan benda yang dimilikinya kepada khalayak umum. Kekinian, publik sedang kritis terhadap perilaku pamer harta di sosial media. Sasarannya adalah sosok publik seperti selebriti dan pejabat.
Belum redup kehebohan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Riau SF Hariyanto akibat anak dan istrinya yang suka pamer harta, kini pejabat Dinas Perhubungan DKI Jakarta ikut jadi sorotan di media sosial.
Kepala Bidang Pengendalian Operasional Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Dinas Perhubungan DKI Jakarta Massdes Arouffy ikut terseret setelah anak dan istrinya juga kedapatan pamer tas mewah di media sosial.
Gaya hidup keluarga salah satu pejabat Pemprov DKI itu pun dikuliti lewat sebuat utas oleh akun twitter @partaisocmed. Beberapa tangkapan layar dari akun media sosial istri dan anak Massdes saat tengah pamer tas bermerek pun terungkap.
Salah satunya, tampak pula unggahan istri Massdes yang tengah memakai tas mewah yang harganya diduga mencapai miliaran rupiah. “Jangan terkejut dengan harga tas Hermes Birkin Crocodile yang mencapai 105 ribu dollar alias Rp 1,5 miliar lebih ini. Satu tas ini bisa beli berapa rumahmu?,” tulis akun @partaisocmed, Jumat (31/3/2023).
Tak hanya sang istri, putri Kabid Dishub DKI itu juga kerap memamerkan beberapa koleksi tas mewahnya dari brand ternama, seperti Gucci, Louis Vuitton, Dior, hingga Balenciaga. “Seperti OKB (orang kaya baru) sebelumnya merek yang tak pernah ketinggalan, Balenciaga,” tulis akun twitter itu lagi.
Kado sepatu mewah hingga perlengkapan fotografi berharga puluhan juta pun turut dipamerkan oleh sang anak. Dalam foto itu terdapat keterangan yang ditulis pengunggah. “Terharu, diam-diam dibeliin binokular sama lensar baru buat magang sama papi,” tulis tangkapan layar itu.
Adapun Massdes sempat menjabat sebagai Kepala Bidang Angkutan Jalan Dinas Perhubungan DKI Jakarta pada 2017. Dua tahun kemudian, ia dipromosikan menjadi Sekretaris Dinas Perhubungan DKI Jakarta.
Namun, pada 2022 lalu Massdes dimutasi sebagai Kepala Bidang Pengendalian Operasional Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Dinas Perhubungan DKI Jakarta.
Namanya pun masuk daftar anggota Komisi Tarif dan Pembiayaan Dewan Transportasi Kota Provinsi DKI Jakarta (DTKJ) tahun 2020-2023.
Psikolog: Orang Kaya Tidak Suka Pamer
Fenomena istri dan anak-anak pejabat yang gemar pamer kekayaan alias flexing tengah menjadi sorotan masyarakat. Akibat hal ini, banyak pelaku flexing yang akhirnya menutup akun media sosial mereka secara permanen karena takut akan konsekuensi dari perilaku tersebut.
Budaya pamer kekayaan sebenarnya sudah ada sejak dahulu, namun sosial media membuat perilaku ini semakin terlihat. Unggahan sosial media pelaku flexing biasanya dipenuhi barang-barang dari merek ternama, mulai dari tas Hermes, mobil sport, hingga liburan mewah di kapal pesiar.
Ini Dia Penyebab Orang Suka Pamer Harta
Dalam ilmu psikologi, pamer merupakan bentuk perilaku narsisme. Faktor utama yang mendorong perilaku ini adalah perasaan insecure. Psikolog klinis Mary Kowalchyk dari New York University mengatakan bahwa “narsisme dipahami sebagai adaptasi kompensasi untuk mengatasi dan menutupi harga diri yang rendah.”
“Orang narsis merasa insecure, dan mereka mengatasi perasaan ini dengan flexing. Perilaku pamer membuat orang lain kurang menyukai mereka dalam jangka panjang, ini membuat pelaku flexing semakin memperparah rasa insecure mereka sehingga ini menjadi lingkaran setan perilaku tersebut,” kata Kowalchyk.
Meski demikian, secara naluriah, manusia senang memamerkan pencapaiannya di depan orang lain. Sadar atau tidak, banyak dari kita yang pernah flexing. Secara kolektif, perilaku ini membuat orang lain merasa insecure, dan akhirnya ikut-ikutan flexing.
Sementara itu, Rachel Sherman, seorang profesor sosiologi di New School for Social Research, New York, telah mempelajari kebiasaan belanja di kalangan orang kaya.
Riset itu menemukan bahwa banyak di antara mereka yang sangat berhati-hati dalam membelanjakan uangnya. Dalam bukunya, Uneasy Street: The Anxieties of Affluence, Sherman mewawancarai 50 orang kaya di New York.
Ternyata banyak di antara mereka yang menjalani hidup hemat dan membelanjakan uang dengan “normal.” “Orang kaya yang saya teliti sangat hati-hati dengan implikasi moral dari privilege yang mereka dapatkan,” kata Sherman, yang dikutip Vice.
Salah satu responden Sherman mengaku sengaja melepas label di roti seharga US$6 atau sekitar Rp85 ribu (kurs Rp14.310/US$) yang dia beli di toko kelontong agar tak dilihat oleh babysitter mereka.
Ini dilakukan karena dia merasa tidak nyaman jika ada gap besar antara keluarganya sendiri dan sang pengasuh. “Kebiasaan hemat adalah salah satu cara kita menilai apakah orang kaya itu baik secara moral atau buruk secara moral.” (be-007/net)
Discussion about this post