BOGOR – Belasan Jurnalis se-Bogor, secara tegas menolak Rancangan Undang Undang (RUU) Penyiaran. Penolakan itu digelar melalui aksi teatrikal di Simpang Gadog, Ciawi Bogor, Minggu (26/05/2024).
Aksi yang teatrikal menjadi simbol pesan penolakan dalam kebebasan pers. Teatrikal tersebut menceritakan kebebasan pers, yang telah dibungkam oleh pemerintah, dengan penolakan RRU Nomer 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Aksi damai yang digagas oleh belasan jurnalis yang tergabung dalam, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Korda Bogor Raya, Pewarta Foto Indonesia ( PFI ) Bogor serta Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Dalam aksinya, belasan wartawan memegang karton yang antara lain bertuliskan “Tolak RUU Penyiaran”, “Suara Pers Suara Rakyat”, “Jangan Bungkam Kebebasan Pers”.
Semua mulut wartawan juga ditutup plester warna hitam sebagai simbol pembungkaman terhadap kebebasan jurnalisme yang selama ini secara pelan-pelan dimatikan oleh pemerintah.
Ketua IJTI Korda Bogor Raya, Niko Zulfikar mengatakan, aksi tersebut digelar secara damai guna menyampaikan sebuah pesan, bahwa semua jurnalis dari berbagai komunitas maupun organisasi menolak RUU Penyiaran, karena membungkam kebebasan pers.
“Dengan kondisi ini mematikan kebebasan pers, pembungkaman oleh DPR. RUU penyiaran telah membatasi produktivitas dan kreativitas jurnalis. Draf RUU Penyiaran disusun tidak cermat dan berpotensi mengancam kebebasan pers,” kata Niko.
Dalam pesan aksi belasan jurnalis Bogor, pembungkaman kebebasan pers juga diperankan seorang badut bertuliskan DPR RI. Saat beraksi merampas kamera wartawan yang sedang bertugas melakukan peliputan.
Cekcok dan keributan pun tak dapat dihindarkan antara wartawan dan ‘Anggota DPR’ tersebut. Mulut wartawan lantas dibungkam oleh si ‘DPR’.
Pembelengguan kebebasan pers juga digambarkan dengan simbol perampasan ID Card milik wartawan oleh DPR. Pada akhir sesi teatrikal, sebagai bentuk gugurnya kebebasan pers disimbolkan pula dengan tabur bunga terhadap belasan ID Card wartawan.
“Mengapa RUU ini melarang televisi menayangkan secara eksklusif karya jurnalistik investigasi? Selama karya tersebut memegang teguh kode etik jurnalistik, berdasarkan fakta dan data yang benar, dibuat secara profesional dan semata-mata untuk kepentingan publik sesuai UU Pers, itu sah-sah saja. Tidak menyalahi aturan,” tandas Niko. (be-007)
Berikut ini Tiga Sikap Jurnalis Bogor
1. Menolak dan meminta agar sejumlah pasal dalam draf revisi RUU Penyiaran yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers dicabut.
2. Meminta DPR mengkaji kembali draf revisi RUU Penyiaran dengan melibatkan semua pihak termasuk organisasi jurnalis serta publik.
3. Meminta kepada semua pihak untuk mengawal revisi RUU Penyiaran agar tidak menjadi alat untuk membungkam kemerdekaan pers serta kreativitas individu di berbagai platform.
Discussion about this post