BOGOR – Desakan berbagai pihak agar struktur Jembatan Otista dipertahankan sebagai cagar budaya, rupanya membuat orang nomor satu di Kota Bogor, Bima Arya dan PUPR Kota Bogor menelan pil pahit dan membatalkan pembongkaran.
Dalam rekaman konten video berdurasi 48 detik yang berseliweran di sejumlah WAG itu, tampak Walikota Bogor Bima Arya ditemani Kepala Dinas PUPR Rena Da Frina dan pihak kontraktor PT Fajar Mina Abadi melakukan pengecekan proses revitalisasi Jembatan Otista. Bahkan konten tersebut diunggah di akun youtube bernama Bogor Tourism Club Official.
Dalam konten yang tidak ditemukan di akun IG Bima Arya dan Pemkot Bogor itu, Bima Arya mengatakan sedang berada di bawah Jembatan Otista. Sambil menunjuk, Bima mengatakan jika struktur pondasi jembatan dibangun pada 1920. “Ini akan kita jaga, tidak akan diubah, tidak akan dibongkar,” kata Bima, dalam konten video yang dilihat bogorexpose pada Minggu (21/05/2023).
Kemudian, Bima juga mengatakan, balok lengkung pondasi Jembatan Otista yang diakuinya sangat kokoh itu dibangun pada jaman Belanda. “Kita pertahankan,” ujarnya.
Dikutip dari pakuan raya online, Bima Arya menyebutkan, secara keseluruhan akan dibangun pondasi baru, karena perlu struktur yang lebih kuat, agar jembatan lebih luas dan bisa menampung kendaraan lebih besar.
“Tapi, sangat memungkinkan untuk menjaga struktur lengkungan yang menjadi ciri khas jembatan otista. Untuk menjaga warisan pusaka dan sejarah. nanti akan dibutakan dek khusus di bagian bawah jembatan untuk informasi sejarah dan titik foto wisatawan,” kata Bima Arya.
Saat dikonfirmasi lebih lanjut, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Bogor, Rena Da Frina tidak merespon pertanyaan Redaksi bogorexpose soal kaitan pembatalan pembongkaran dan nilai anggaran sebesar Rp 49 miliar itu.
Sebelumnya, Rena memastikan akan membongkar total Jembatan Otista dengan dua alasan kuat. Alasan yang pertama, kata Rena, salah satu titik kemacetan di Jalan Otista akibat penyempitan jalur.
“Dari empat lajur menjadi dua, maka harus ditambah dua lajur lagi plus pembangunan jalur trem. Dari luas bentangan 15 meter diubah menjadi 22 meter. Sementara panjang jembatan yang semula 34 meter, akan diubah menjadi 50 meter,” kata Rena, Jumat (5/05/2023) lalu.
Alasan kedua, jelas Rena, Kota Bogor telah merencanakan dengan matang pembangunan dalam RPJMD dan RPJMP terkait transportasi masa depan. “Kita tidak mungkin terus menerus mempertahankan angkutan konvensional yang ada saat ini. Maka Jembatan Otista kedepan ini akan mengakomodir kehadiran dari Trem sebagai moda transportasi terbarukan di Kota Bogor,” jelasnya.
Keputusan pembatalan pembongkaran total Jembatan Otista oleh Bima Arya itu, diduga atas adanya inspeksi mendadak jajaran Komisi III DPRD Kota Bogor ke lokasi pada Jumat (19/05/2023). Saat itu, Ketua Komisi III DPRD Zenal Abidin meminta pelaksanaan pembongkaran jembatan oleh PT Mina Fajar Abadi itu, dihentikan hingga waktu yang belum ditentukan.
“Kami minta bangunan yang dimaksud cagar budaya tidak dibongkar, sampai ada kajian lebih lanjut,” tandas Zainal, Jumat (19/05/2023).
Zenal juga menegaskan bakal memanggil Dinas PUPR, Disbudpar dan Bagian Hukum Pemkot Bogor, terkait masalah bangunan cagar budaya. Menurut Zenal, bangunan tersebut diketahui masuk daftar cagar budaya pada Perwali no 17 tahun 2015, tentang penyelengaraan Kota Bogor sebagai Kota Pusaka.
Namun nyatanya, jika memang jembatan tersebut tidak masuk dalam benda cagar budaya. “Berarti selama kurun waktu kurang lebih 8 tahun, walikota tidak menjalankan perwali tersebut, dimana berupaya melakukan kajian mengenai jembatan tersebut masuk bangunan cagar budaya,” jelasnya.
Pihaknya juga berjanji akan memastikan secepatnya, agar pembangunan jembatan juga bisa dilanjutkan. Meski secara tegas meminta pembongkaran struktur jembatan dihentikan, pihaknya tetap mengizinkan pelaksanaan pekerjaannya lainnya tetap berjalan sesuai jadwal.
Sebelumnya, Pemerhati Kota Pusaka dan Kecagarbudayaan, Dayan D.L. Allo. Ia mengatakan, berdasarkan Perda nomor 17 tahun 2019 yang merupakan salinan dari Undang Undang Cagar Budaya, pembongkaran Jembatan Otista merupakan tindakan melawan hukum yang bisa dipidana sesuai undang undang berlaku.
Sebab, pada struktur Jembatan Otista, ada bangunan Cagar Budaya yang sudah tertuang di dalam Peraturan Walikota Bogor nomor 17 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kota Bogor sebagai Kota Pusaka bahwa Jembatan Otista masuk kedalam struktur Cagar Budaya. “Jadi kalau melanggar Undang Undang Cagar Budaya, otomatis pelanggaran dan bisa dihukum pidana sesuai aturan berlaku,” tegas Dayan saat dikonfirmasi wartawan pada Selasa 9 Mei 2023.
Lanjut Dayan menjelaskan, Bangunan Cagar Budaya itu harus dilestarikan dan ada prosedurnya untuk kegiatan pembongkaran Cagar Budaya. Terkait Perwali 17 tahun 2015 itu memang bukan peraturan yang menghukum, tetapi itu amanat Walikota yang ditandatangani juga oleh Bima Arya di tahun 2015.
Dalam Perwali itu mengamanatkan kepada diri sendiri untuk melestarikan seluruh Cagar Budaya yang ada di Kota Bogor, dan dalam hal ini jembatan Otista masuk kedalam Cagar Budaya yang harus dilestarikan.
Tercatat, ada 4 jembatan yang masuk dalam Perda itu, diantaranya, Jembatan MA Salmun, Jembatan Merah, Jembatan Otto Iskandardinata (Otista) dan Jembatan Sempur.
Dayan menjelaskan, pada struktur bangunan Cagar Budaya Jembatan Otista, ada yang dibangun pada tahun 1930 yang merupakan Cagar Budaya dan ada stuktur yang dibangun pada tahun 1970.
Saat itu pembangunan di tahun 1970 merupakan pelebaran jalan dari Jembatan Otista pada stuktur yang dibangun tahun 1930.
Tentunya komponen bangunan Cagar Budaya pada Jembatan Otista itu harus dilestarikan, tetapi bangunan yang dibangun sejak tahun 1970 boleh dilakukan rehabilitasi ataupun rekontruksi. Dilebarkan atau ditambahkan, namun bangunan Cagar Budaya tidak boleh dihancurkan dan tetap harus dilestarikan. (be-007)
Discussion about this post