JEPANG – Resesi seks di Jepang semakin parah saja. Akibatnya, sejumlah sekolah tutup permanen lantaran kekurangan murid. Penghuni negara yang kesohor industri pornografinya itu, rupanya enggan bercinta lalu memiliki keturunan.
Salah satunya sekolah di Jepang yang terdampak resesi seks adalah SMP Yumoto di wilayah pegunungan utara.
Eita Sato dan Aoi Hoshi adalah dua murid terakhir yang melakukan upacara kelulusan di sekolah berusia 76 tahun itu.
SMP Yumoto tutup permanen mulai Jumat (31/3/2023) ketika tahun ajaran berakhir.
“Kami mendengar desas-desus penutupan sekolah di tahun kedua kami, tetapi saya tidak membayangkan itu akan benar-benar terjadi. Saya kaget,” kata Eita yang berusia 15 tahun sama dengan Aoi, dikutip dari Reuters.
Angka kelahiran di Jepang anjlok lebih cepat dari yang diperkirakan, sehingga penutupan sekolah meningkat terutama di daerah pedesaan seperti Ten-ei, area yang terkenal dengan ski pegunungan dan mata air panas di prefektur Fukushima.
Daerah ini sebelumnya sudah berkutat dengan penurunan populasi, terutama sejak gempa dan tsunami Jepang 2011.
PLTN Fukushima Daiichi yang rusak akibat bencana itu berjarak tak sampai 100 kilometer dari Ten-ei, sehingga kontaminasi radioaktif sempat terjadi sebelum akhirnya dibersihkan.
Pada 1950-an, desa Ten-ei memiliki lebih dari 10.000 penduduk. Namun, satu per satu angkat kaki karena lokasi yang terpencil dan tidak nyaman.
Terbaru, populasi Ten-ei kurang dari 5.000 warga dan hanya 10 persen yang berusia di bawah 18 tahun. SMP Yumoto, bangunan berlantai dua di pusat desa, pernah meluluskan 50 murid saat wisuda pada 1960-an.
Resesi seks di Jepang juga terjadi di negara tetangganya. Faktor biaya membesarkan anak membuat angka kelahiran turun di Korea Selatan dan China ini.
Namun situasi resesi seks di Jepang sangat kritis. Untuk kali pertama, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida menjanjikan peningkatan angka kelahiran, termasuk menggandakan anggaran kebijakan terkait anak, dan mengatakan bahwa menjaga lingkungan pendidikan sangat penting.
Akan tetapi, hanya sedikit kebijakan yang membantu sejauh ini. Angka kelahiran anjlok di bawah 800.000 pada 2022, rekor terendah baru menurut perkiraan pemerintah dan delapan tahun lebih awal dari yang diperkirakan.
Ini menjadi pukulan telak bagi sekolah umum kecil, beberapa berlokasi di jantung kota dan pedesaan.
Sekitar 450 sekolah tutup setiap tahun, menurut data pemerintah. Antara 2002-2020, hampir 9.000 sekolah tutup permanen, sehingga sulit bagi daerah terpencil menarik penduduk baru dan lebih muda.
“Saya khawatir orang-orang tidak akan menganggap daerah ini sebagai tempat pindah untuk memulai keluarga jika tidak ada SMP,” kata ibu Eita, Masumi, yang juga lulusan Yumoto.
Para ahli memperingatkan, penutupan sekolah di pedesaan akan memperlebar kesenjangan nasional dan membuat tekanan di daerah terpencil lebih besar.
“Penutupan sekolah berarti mengganggu kelanjutan masyarakat,” kata Touko Shirakawa, dosen sosiologi di Universitas Wanita Sagami.
Ten-ei selanjutnya akan membahas penggunaan kembali gedung-gedung sekolah. Di wilayah lain Jepang, sekolah yang ditutup diubah menjadi kilang anggur atau museum seni. (be-007/net)
Discussion about this post