Momentum tahunan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) klasifikasi Sekolah Menengah Atas (SMA) berbasis aplikasi online yang diluncurkan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, nyatanya masih menyisakan resah warga.
Tak terkecuali warga Kota Bogor. Sebagian penghuni kota hujan ini, khususnya mereka yang tengah berjuang menyekolahkan anaknya, harus rela kehilangan harapan usai ditolak dari jalur zonasi yang menjadi haknya.
Tak semua memang mengalami hal nahas itu. Namun, para pemilik hak mutlak atas pendidikan di wilayah terdekat, harus kalah oleh sistem yang dibangun seperti tembok cina yang sulit ditembus.
Ya bagi sebagian masyarakat, PPDB jalur zonasi merupakan penyekat tak kasat mata yang dibangun pemerintah kita.
Walau kerap menyisakan persoalan, pemerintah tetap meneruskan program yang katanya berkeadilan itu.
Sepertinya, Mas Menteri harus lebih rajin lagi naik ojek online dan menyambangi sekolah-sekolah di kota ini.
Sebab, program yang diimajenasikannya sebagai program spektakuler itu, justeru telah banyak menyisakan derita bagi masyarakat.
Sistem zonasi masih bisa disiasati oleh para oknum. Salah satu contohnya, ada curahan hati anak usia 15 tahun yang mendaftar ke sebuah sekolah menengah atas yang letaknya tak jauh dari kediamannya.
Nahas, harapannya mengirit ongkos dan mengikuti program pemerintah pupus. Ia justeru ditolak mentah-mentah oleh sekolah tujuannya itu.
Ironisnya, teman sekelasnya yang dikenalnya kaya raya, tinggal di perumahan mewah di kawasan mandiri di luar Kota Bogor, justeru diterima sekolah.
Ya, anak orang kaya itu sudah mempersiapkan diri dengan menumpang KK (Kartu Keluarga) di dekat sekolah tujuannya itu. Bahkan, umur KK nya sudah satu tahun dan lolos verifikasi sekolah tujuannya itu.
Sang anakpun merenung dan hanya bisa meratapi nasibnya. Sesekali mulutnya berucap tak kuasa ‘enak banget jadi orang kaya, apa aja bisa dibeli’ ujar lulusan sekolah menengah pertama itu.
Rupanya, anak laki-laki itu membahas PPDB dengan teman sejawatnya. Banyak diantara teman seusianya juga mengalami nasib serupa. Sang penumpang gelap telah merusak mimpinya. Penumpang gelap itu juga telah merampas haknya. Lalu apakah akan terus dimaklumi?
Membahas penumpang gelap, kalimat ini saya sematkan khusus untuk PPDB 2024 ini. Rombongan PPDB saya analogikan sebagai bus yang berarti perjalanan yang memiliki tujuan.
Bus PPDB saat ini syarat muatan. Tujuannya memang sudah tepat, busnya juga layak beroperasi. Namun, kursi penumpangnya tidak semua diisi oleh penumpang sebenarnya.
Ironisnya, walau mengetahui ada penumpang gelap, bus tersebut tetap melaju tanpa henti hingga tujuannya. Bunyi klakson kendaraan lain yanh mencoba mengingatkannya sama sekali tidak digubris.
Sang pengemudi dan kondektur juga sudah diingatkan. Namun, mereka tetap mengacu kepada perintah atasannya untuk melaju sesuai jadwal.
Bunyi peluit dari para petugas berseragam yang bertugas di wilayah lintasan, juga tak mempan menahan laju bus berplat nomor provinsi itu.
Semoga saja penumpang gelap yang berada di bus tersebut tidak membawa malapetaka dan berimbas kepada para penumpang semestinya.
Semoga saja sang pejabat muda pemilik bus itu, sadar atas dampak yang tersisa akibat sistem yang dibangunnya.
Bersyukurlah, bahwa penumpang yang kursinya tergantikan penumpang gelap, tidak sampai hati mendoakan agar bus tersebut terlibat kecelakaan hebat dan berujung petaka. (*)
Discussion about this post